Pages

Inilah Faktanya : Wahhabi Sedikit Pun Tak Layak Mengaku Ahlussunnah!

Rabu, 07 Oktober 2015


Aliran Wahhabi itu dikatakan Khawarij karena ada ajaran penting di kalangan Khawarij menjadi ajaran Wahhabi, yaitu takfir al-mukhalif dan istihlal dima’ al-mukhalifin (mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Suatu kelompok dikatakan keluar dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah, tidak harus berbeda 100 % dengan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kaum Khawarij pada masa sahabat dulu dikatakan Khawarij bukan semata-mata karena perlawanan mereka terhadap kaum Muslimin, akan tetapi karena perlawanan mereka terhadap Sayyidina Ali dilatarbelakangi oleh motif ideologi yaitu takfir dan istihlal dima’ al-mukhalifin (pengkafiran dan pengahalalan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Sayyidah ‘Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin al-’Awwam dan banyak sahabat yang lain juga memerangi Sayidina Ali. Sayidina Mu’awiyah bin Abi Sufyan juga memerangi Sayidina Ali. Akan tetapi karena latar belakang peperangan mereka bukan motif ideologi, tetapi karena semata-mata karena persoalan politik, maka mereka tidak dikatakan Khawarij.

Persoalan bahwa kaum Wahhabi juga merujuk terhadap kitab-kitab tafsir dan hadits yang menjadi rujukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, hal ini bukan alasan menganggap mereka sebagai Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kalau kita mempelajari ilmu rijal hadits, dalam Shahih al-Bukhari, Muslim dan lain-lain, tidak sedikit para perawi hadits yang mengikuti aliran Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Qadariyah dan lain-lain. Para ulama kita, termasuk dari kalangan ahli hadits, sangat toleran dengan siapapun, sehingga tidak menghalangi menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi ahli bid’ah untuk dimasukkan dalam kitab-kitab mereka dan kemudian menjadi rujukan utama kaum Muslimin Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kalau setiap orang yang merujuk terhadap Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab hadits lainnya harus dimasukkan dalam golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, maka kita tentunya harus pula memasukkan semua perawi hadits al-Bukhari dan lain-lain dalam Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal faktanya tidak demikian.

Misalnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:

“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut. Barangsiapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikinya.” (Ibn Ghannam, Tarikh Najd hal. 310).

Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri tidak mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam. Bahkan tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya, semua ulama dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi. Pernyataan tersebut ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalam Tarikh Najd hal. 310.

Dalam kitab Kasyf al-Syubuhat hal. 29-30, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: “Ketahuilah bahwa kesyirikan orang-orang dulu lebih ringan dari pada kesyirikan orang-orang masa kita sekarang ini.” Maksudnya kaum Muslimin di luar golongannya itu telah syirik semua. Kesyirikan mereka melebihi kesyirikan orang-orang Jahiliyah. Sebagaimana ia tulis dalam kitab Kasyf al-Syubuhat, kitab pendiri Wahhabi yang paling ekstrem dan paling keras dalam mengkafirkan seluruh kaum Muslimin selain golongannya.

Dalam kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibat al-Najdiyyah, kumpulan fatwa-fatwa ulama Wahhabi sejak masa pendirinya, yang di-tahqiq oleh Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi kontemporer, ada pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih dan kitab-kitab fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu syirik, sedangkan para ulama yang menyusunnya adalah syetan-syetan manusia dan jin. (Al-Durar al-Saniyyah, juz 3 hal. 56). Pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini berarti pembatalan dan pengkafiran terhadap kaum Muslimin yang mengikuti madzhab fiqih yang empat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar