Pages

Strategi Rasulullah saw di Perang Badar yang ditiru dan dipakai oleh Amerika Serikat

Jumat, 25 Maret 2016

Kaum musyrikin Makkah memiliki memiliki pengalaman mumpuni dalam strategi psywar (biasanya melalui syair), teknik interograsi khusus (yang menimpa Bilal dan keluarga Yasir), perang tanding, unggul dalam pergerakan unit (ingat saat musyrikin mengirimkan satuan inteliljen maupun unit reaksi cepat tatkala memburu kanjeng Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Sayyidina Abu Bakar radliyallahu anhu saat perjalanan hijrah), hingga kompi kavaleri pemukul cepat (kelak dalam Perang Uhud, satuan handal ini dipimpin Khalid bin Al-Walid di sayap kanan dan Ikrimah bin Abu Jahal di sayap kiri, saat keduanya masih belum beriman). Loyalitas kesukuan juga cukup kuat dengan bertumpu pada kharisma pemimpin suku.
---
Dengan kondisi logistik pas-pasan, transportasi-kavaleri tak mencukupi serta senjata terbatas, Kanjeng Rasulullah SAW diiringi para shahabat kinasih berangkat ke Badar. Lokasi ini berjarak 155 km dari Madinah, 310 km dari Makkah, dan 30 km dari pesisir pantai Laut Merah. Selain berfungsi memotong jalur ekonomi kaum musyrik ke Makkah, pemilihan kawasan sumur Badar memiliki pertimbangan strategis; cadangan air melimpah serta jarak yang lebih dekat dari Madinah. Perang Badar sekaligus menguji loyalitas kaum mukminin terhadap hierarki komando
tertinggi, Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Dalam perang yang mengakibatkan revolusi geo-politis di jazirah Arab itu, Kanjeng Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama 83 shahabat Muhajirin dan Anshar (61 shahabat dari suku Aus, dan 170 shahabat dari suku Khazraj), harus menghadapi satu batalion (1000 prajurit) yang terbagi dalam kompi infanteri maupun kavaleri tangguh.
Kaum muslimin yang dibantu ‘invisible soldiers’ (Ali 'Imran: 13, 123-125), memenangkan pertempuran. 6 shahabat Muhajirin dan 8 shahabat Anshar gugur sebagai syuhada'. Di lain pihak, 70 pasukan Quraisy terbunuh, dan 70 orang menjadi tawanan perang. Konsekwensi tawanan perang: dieksekusi atau menjadi budak. Beberapa sahabat menyarankan agar tawanan dieksekusi, sedangkan Abu Bakar radliyallahu 'anhu mengusulkan amnesti.
Akhirnya, dari sekian tawanan perang, hanya ‘Uqbah bin Abi al-Mu’ith dan an-Nadhr bin al-Harits yang dieksekusi karena kejahatannya melampaui batas. Sisanya, diharuskan membayar tebusan sebagai syarat pembebasan, kecuali mereka yang betul-betul miskin. Nilai tebusan berkisar antara 400 sampai 4.000 dirham. Ada di antara tawanan itu yang dibebaskan dengan syarat mengajar baca tulis anak-anak muslim. Setiap sepuluh yang dapat mereka ajar dengan baik, mereka berhak memperoleh kebebasan.
Inilah straegi jenius Kanjeng Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; memanfaatkan kekuatan musuh untuk kemajuan kaum muslimin.
---
Alih-alih dipakai oleh umat Islam, strategi jenius Rasulullah (menggunakan kekuatan musuh untuk kemajuan kelompok) ini, malah dipakai Amerika Serikat. Sebagai pemenang Perang Dunia II, AS membentuk Pengadilan Nuremberg atau Proses Nürnberg yang mengadili perwira militer NAZI dan pejabat teras Jerman. Pengadilan basa basi yang berlangsung sejak 20 November 1945 sampai 1 Oktober 1946. Mayoritas dieksekusi, sisanya dipenjara.
Hanya saja tak satupun ilmuan NAZI-Jerman yang diadili.
Sebab, AS telah menyusun Proyek Paperclip. Megaproyek yang merekrut para ilmuan Jerman eks-NAZI agar mengabdikan ilmunya untuk kepentingan jangka panjang AS. Pakar teknologi roket NAZI Jerman; Wernher von Braun, serta ilmuwan lain seperti Arthur Rudolph, Hubertus Strughold, Kurt Debus (sumpah, bukan orang Banten), dan lebih dari 700 ilmuwan diampuni, catatan kejahatan perangnya diputihkan, menjadi warga negara AS, dan harus mengaplikasikan ilmu dan keahliannya untuk Paman Sam. Kelak, Proyek Paperclip ini menghasilkan teknologi rudal balistik, roket ke bulan, pesawat ulang alik, pesawat supersonik, teknologi siluman (stealth), hingga senjata biologi-kimia!
WAllahu A'lam Bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar